1) Pada Masa Sebelum Kemerdekaan
Di bawah pengaruh agama Hindu dan Buddha, beberapa kerajaan terbentuk di pulau Sumatra dan Jawa sejak abad ke-7 hingga abad ke-14 Kedatangan pelaut-pelaut. Tiongkok yang dipimpin oleh Laksamana Cheng Ho/Zheng He pedagang-pedagang Arab dan Gujarat, India, kemudian membawa agama Islam.
Ketika orang-orang Eropa datang pada awal abad ke- 16 mereka menemukan beberapa negara-negara kecil. Negara-negara kecil ini dengan mudah dikuasai oleh orang-orang Eropa tersebut yang ingin mendominasi perdagangan rempah-rempah. Pada abad ke- 17, Belanda muncul sebagai yang terkuat di antara negara-negara Eropa lainnya, mengalahkan Britania Raya dan Portugal (kecuali untuk koloni mereka, Timor Timur) Pada masa itulah agama Kristen masuk ke Indonesia sebagai salah satu misi dan Belanda yang dikenal sebagai, 3G yaitu Gold, Glory and Gospel Belanda menguasai Indonesia sebagai koloni hingga Perang Dunia II awalnya melalui VOC dan kemudian langsung oleh pemerintah Belanda sejak awal abad ke-19.
Di bawah sistem Cultuurstelsel (Sistem Penanaman) pada abad ke-19, perkebunan besar dan penanaman paksa dilaksanakan di Jawa, akhirnya menghasilkan keuntungan bagi Belanda yang tidak dapat dihasilkan VOC. Pada masa pemerintahan kolonial yang lebih bebas setelah 1870 sistem ini dihapus. Setelah 1901 pihak Belanda memperkenalkan Kebijakan Beretika, yang termasuk reformasi politik yang terbatas dan investasi yang lebih besar di Hindia-Belanda.
Pada masa Perang Dunia II, sewaktu Belanda dijajah oleh Jerman, Jepang menguasai Indonesia. Setelah mendapatkan Indonesia pada tahun 1942, Jepang melihat bahwa para pejuang Indonesia merupakan rekan perdagangan yang kooperatif dan bersedia mengerahkan prajurit bila diperlukan. Soekarno, Mohammad Hatta, KH. Mas Mansur dan Ki Hajar Dewantara diberikan penghargaan oleh Kaisar Jepang pada tahun 1943.
2) Pada Masa Soekarno (1945-1966)
Pada Maret 1945 Jepang membentuk sebuah komite untuk kemerdekaan Indonesia; setelah perang Pasifik berakhir pada tahun 1945, di bawah tekanan organisasi pemuda, kelompok pimpinan Soekarno memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Dalam usaha untuk menguasai kembali Indonesia, Belanda mengirimkan pasukan mereka.
Usaha-usaha berdarah untuk meredam pergerakan kemerdekaan ini kemudian dikenal sebagai ‘aksi polisi’ (Politionele Actie). Belanda akhirnya menerima hak Indonesia untuk merdeka pada 27 Desember 1949 setelah mendapat tekanan yang kuat dan kalangan internasional, terutamanya Amerika Serikat Soekarno menjadi presiden pertama Indonesia dengan Mohammad Hatta sebagai wakil presiden.
Pada tahun 1950-an dan 1960-an, pemerintahan Soekarno mulai mengikuti gerakan non blok pada awalnya dan kemudian dengan blok sosialis, misalnya Tiongkok dan Yugoslavia Tahun 1960-an menjadi saksi terjadinya konfrontasi militer terhadap negara tetangga, Malaysia (“Konfrontasi”), dan ketidakpuasan terhadap kesulitan ekonomi yang semakin besar. Selanjutnya pada tahun 1965 meletus kejadian G30S yang menyebabkan kematian 6 orang jenderal dan sejumlah perwira menengah lainnya. Muncul kekuatan baru yang menyebut dirinya Orde Baru yang segera menuduh Partai Komunis Indonesia sebagai otak di belakang kejadian ini dan bermaksud menggulingkan pemerintahan yang sah serta mengganti ideologi nasional berdasarkan paham sosialis-komunis. Tuduhan ini sekaligus dijadikan alasan untuk menggantikan pemerintahan lama di bawah Presiden Soekarno.
3) Pada Masa Soeharto (1967-1998)
Jenderal Soeharto menjadi presiden pada tahun 1967 dengan alasan untuk mengamankan negara dari ancaman komunisme Sementara itu kondisi fisik Soekarno kini sendiri makin melemah. Setelah Soeharto berkuasa, ratusan ribu warga Indonesia yang dicurigai terlibat pihak komunis dibunuh, sementara masih banyak lagi warga Indonesia yang sedang berada di luar negeri, tidak berani kembali ke tanah air, dan akhirnya dicabut kewarganegaraannya. 32 tahun masa kekuasaan Soeharto dinamakan Orde Baru sementara masa pemerintahan Soekarno disebut Orde Lama.
Soeharto menerapkan ekonomi neoliberal dan berhasil mendatangkan investasi luar negeri yang besar untuk masuk ke Indonesia dan menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang besar, meski tidak merata, di Indonesia. Pada awal rezim Orde Baru kebijakan ekomomi Indonesia disusun oleh sekelompok ekonom-ekonom lulusan departemen ekonomi Universitas California, Berkeley yang dipanggil “Berkeley” Namun, Soeharto menambah kekayaannya dan keluarganya melalui praktik korupsi, kolusi dan nepotisme yang meluas dan dia akhirnya dipaksa turun dari jabatannya setelah aksi demonstrasi besar-besaran dan kondisi ekonomi negara yang memburuk pada tahun 1998.
Zaman pemerintahan Soeharto, mengapa pemerintahan begitu hebat ?
Karena intelijennya begitu hebat, akan tetapi akhirnya mengalami ketidak hebatan intelijen, karena adanya regenerasi dan perubahan lingkungan yang tidak diantisipasi cepat. Contohnya, mengapa sampai terjadi ekonomi ? karena intelijen ekonomi lemah, sementara kerja intelejen ikut menentukan nasib negara. Penyelenggaraan negara tidak mungkin hidup tanpa intelijen, soal kondisi intelijen negara yang sekarang kurang bagus, kembali lagi kepada Leadership (kepemimpinan) dan statemanship (kenegarawaan). Dalam hal ini kita bukan hanya membutuhkan pemimpin, tapi juga seorang negara. Negarawan itu adalah seseorang memahami tentang kenegaraan. Masalah dan penyelenggaraannya. Mengenai leadership dan statemenship dari Soeharto baik, tapi bukankah gaya kepemimpinan otoriter yang diterapkan penguasa Orde Baru ditentang banyak orang ? Soeharto pada awalnya seorang pemimpin yang mengubah keadaan bangsa dan negara dari sangat terpuruk menjadi lebih baik. Dengan melakukan perubahan tentu ada korban, tapi korban-korban itupun tidak bisa dikesampingkan begitu saja buktinya kepemimpinan Soeharto ang 32 tahun itu pun tidak berakhir dengan baik. Selama 32 tahun itu kita belum mampu mencapai perkembangan peradaban yang sesuai dengan keinginan. Bahkan selama 60 tahun penyelenggaraan negara Indonesia telah gagal mengembangkan peradaban, sebetulnya kepemimpinan dan kenegarawanan itu sudah gagal mulai dari zaman Soekarno. Bukannya Soekarno adalah seorang Negarawan yang andal, Tapi apa yang dihasilkannya ketika tahun 1965, secara budaya dan peradaban tidak ada, peradaban tetap primitif. Setelah Soekarno turun, Soeharto coba melakukan perubahan peradaban, tapi sampai sekarang belum berhasil. Mengapa selama 60 tahun bangsa Indonesia yang besar ini tidak menjadi bangsa yang mengemuka ? Kembali pada identitas, identitas sebagai ras melayu, beragama Islam, terutama orang Jawa tidak memiliki jiwa untuk menjadi bangsa yang berkembang secara peradaban.
4) Pada Masa BJ. Habibie, Gusdur, Megawati (1998-2004)
Dari 1998 hingga 2001, Indonesia mempunyai tiga presiden: Bacharuddin Jusuf (BJ) Habibie Abdurrahman Wahid dan Megawati Sukarnoputri Pada tahun 2004 pemilu satu hari terbesar di dunia diadakan dan dimenangkan oleh Susilo Bambang Yudhoyono.
Indonesia kini sedang mengalami masalah-masalah ekonomi, politik dan pertikaian bernuansa agama di dalam negeri, dan beberapa daerah sedang berusaha untuk mendapatkan kemerdekaan, yaitu Aceh dan Papua. Timor Timur akhirnya resmi memisahkan diri pada tahun 2002 setelah 24 tahun bersatu dengan Indonesia dan 3 tahun di bawah administrasi PBB.
Bahwa sejak zaman Habibie dan pasca reformasi, tidak ada seorang pun pemimpin dan negarawan yang mengemuka di Indonesia, ini terlihat dari finalitas kepemimpinannya. Kepemimpinan Habibie tidak berakhir dengan baik. Demikian pula dengan Gusdur, Megawati, kemudian Susilo Bambang Yudhoyono.
5) Pada Masa SBY
Pada Desember 2004 dan Maret 2005, Aceh dan Nias dilanda dua gempa bumi besar yang totalnya menewaskan ratusan ribu jiwa. (Lihat Gempa bumi Samudra Hindia 2004 dan Gempa bumi Sumatra Maret 2005. Kejadian ini disusul oleh gempa bumi di Yogyakarta dan tsunami yang menghantam pantai Pangandaran dan sekitarnya, serta banjir lumpur di Sidoarjo pada 2006 yang tidak kunjung terpecahkan.
Dari segi intelijen terhadap pemerintah sekarang, BIN (Badan Intelijen Negara) sekarang lemah, tidak bisa menganalisa negara dengan tepat karena tidak memiliki wibawa untuk mempengaruhi pembuat keputusan. Rasanya sia-sia mempunyai sebuah lembaga yang dianggap hebat tapi dalam kenyataannya tidak hebat, atau produknya hebat, tapi tidak mempunyai wibawa terhadap penyelenggaraan negara. Kalau BIN sekarang kuat, satu tahun pemerintah SBY, negara tidak akan seperti ini, dengan tegas tim intelejen harus mampu mengatakan kepada tim ekonomi agar mempersiapkan kebijakan-kebijakan yang benar.
PERBEDAAN INTELIJEN ERA SOEKARNO, SOEHARTO DAN PASCA REFORMASI
Perbedaannya Cuma style. Sebagai presiden, Soeharto seorang pemimpin intelijen yang hebat, ia sering menggunakan sistem kepemimpinan Jawa, yaitu menunggu. Dalam konteks intelijen, Soeharto juga sering menggunakan Junior karena Junior mempunyai semangat yang tinggi untuk mencapai karier dan lebih berani dari orang tua. Tidak itu saja Soeharto mempunyai beberapa mata rantai intelijen, bahkan lebih dari sepuluh. Jadi setiap ada masalah negara. Ia bisa mengkomparasi dengan cepat. Kebetulan pada masa itu masih banyak orang Indonesia didikan Belanda yang tingkat pendidikannya lebih baik dari republikan. Dengan demikian Soeharto mempunyai produk intelijen berkualitas.
Soekarno juga mempunyai kepala intel andal yaitu Soebandrio. Soebandrio seorang intel jenius, tapi ia mempunyai watak yang tidak disukai banyak orang sehingga banyak musuh. Harsu diakui Soebandrio banyak jasa pada negara, salah satunya mengembalikan Irian Barat. Dalam kancah politik internasional, Soebandrio mampu menggetarkan Washington, karena ia didukung oleh staf-staf kuat yang disebut Badan Pusat Intelijen. Sebagai intelijen Soebandrio merangkap jabatan sebagai Menteri Luar Negeri, sehingga ia bebas bergerak.
Pasca reformasi, zaman Gusdur, Djuanda disiapkan untuk menjadi Wakabakin, ada empat orang anak muda yang dipanggil ke istana. Cerita ini sampai pada Amin Rais dan Akbar Tanjung sehingga mereka diberi selamat. Gus Dur menarik Djuanda untuk menguatkan posisi intelijen bidang ekonomi. Tapi gagal karena dipotong oleh senior.
Intelijen Indonesia saat ini, kondisi intelijen berkaitan dengan kondisi negara. Kalau kita puas dengan keadaan negara, artinya intelijen bagus, tapi kalau tidak puas dengan keadaan negara, mulai dari general feeling, Abik itu, bidang ekonomi, politik, keamanan, budaya dan sebagainya, berarti intelijennya tidak intelijen. Intelijen adalah sebuah komunitas kecil tapi cerdas untuk membaca masalah negara dan memberikan rekomendasi kepada penyelenggara dalam menyelesaikan masalah negara.
Sumber: Wikipedia.org